Mengenal gejala gangguan Afasia kondisi yang ditandai dengan kesulitan berbicara, menulis, dan memahami bahasa akibat kerusakan otak mendadak. Afasia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala cedera pada area otak yang mengontrol bahasa dan komunikasi.
Gangguan ini menyebabkan penderitanya kesulitan memilih dan menyusun kata menjadi kalimat yang tepat. Namun, Afasia tidak berpengaruh terhadap IQ maupun daya ingat penderitanya. Sindrom ini biasanya muncul secara tidak terduga, seperti setelah stroke atau cedera kepala. Untuk informasi lebih lengkapnya, simak penjelasan ini.
Dalam Artikel Ini:
ToggleApa yang Dimaksud dengan Afasia ?
Afasia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Hal ini terutama mengganggu keterampilan berbahasa, berbicara, membaca, dan menulis.
Kondisi ini paling sering disebabkan oleh cedera otak. Stroke atau cedera kepala adalah contoh kerusakan mendadak. Namun, gejala gangguan Afasia ini bisa saja terjadi secara bertahap akibat pertumbuhan dan perkembangan penyakit di otak.
Tingkat keparahan penyakit ini mungkin berbeda-beda. Seseorang dapat menderita Afasia sangat ringan yang hanya mengganggu satu elemen komunikasi, seperti kesulitan menyebutkan nama benda, memadukan kata menjadi kalimat, atau pemahaman bacaan. Namun, kondisi ini mungkin sangat parah sehingga hampir mustahil untuk berbicara dengan pasien.
Gangguan komunikasi ini dapat menyerang siapa saja tanpa memandang usia. Namun, Afasia lebih sering terjadi pada mereka yang berusia di atas 65 tahun, karena orang lanjut usia lebih mungkin menderita stroke dan penyakit sistem saraf degeneratif.
Penyebab Terjadinya Afasia yang Jarang Disadari
Afasia bukanlah suatu penyakit melainkan suatu gejala cedera pada area otak yang mengontrol bahasa dan komunikasi. Stroke adalah salah satu penyebab paling umum cedera otak yang menyebabkan gejala ini.
Saat Anda terkena stroke, kurangnya suplai darah ke otak membunuh sel-sel otak atau merusak wilayah otak yang memproses bahasa. Gejala gangguan Afasia mempengaruhi sekitar 25-40% pasien stroke.
Selain stroke, kerusakan otak akibat cedera kepala, tumor otak, atau infeksi otak (ensefalitis) juga dapat menyebabkan diagnosa ini. Afasia biasanya disertai dengan kehilangan ingatan dan penurunan kesadaran pada sindrom ini.
Afasia dapat disebabkan oleh penyakit yang mengganggu fungsi sel otak, seperti demensia dan penyakit Parkinson. Gangguan ini akan berkembang secara progresif seiring dengan perkembangan penyakit.
Gejala Gangguan Afasia yang Sering Terjadi Dikalangan Masyarakat
Gejala penyakit ini sangat bervariasi tergantung pada area otak mana yang terluka dan seberapa parah kerusakan yang terjadi. Afasia dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa kategori berdasarkan gejala yang ditimbulkannya, antara lain:
- Afasia Wernicke (Reseptif)
Afasia Wernicke atau reseptif biasanya disebabkan oleh cedera otak di bagian kiri tengah. gejala gangguan Afasia yang disebut juga sensorik ini membuat pasien kesulitan menafsirkan apa yang didengar atau dibaca. Jenis penderita reseptif menyebabkan pasien memberikan komentar atau kata-kata yang sulit dipahami oleh lawan bicaranya.
- Afasia Broca (Ekspresif)
Afasia Broca juga dikenal sebagai Afasia ekspresif terjadi ketika orang mengetahui apa yang ingin mereka katakan tetapi tidak mampu mengartikulasikannya. Gejala gangguan Afasia yang disebut juga Afasia motorik ini biasanya disebabkan oleh kerusakan otak di bagian kiri depan.
- Afasia Global
Gejala gangguan Afasia yang paling parah adalah Afasia global yang biasanya terjadi setelah stroke. Afasia global sering kali disebabkan oleh cedera otak yang parah. Afasia global menyulitkan, bahkan mustahil, bagi penderitanya untuk membaca, menulis, dan memahami pembicaraan orang lain.
- Afasia Progresif Primer
Gejala gangguan Afasia ini lambat laun mengganggu kemampuan membaca, menulis, menulis pidato, dan memahami percakapan. Afasia progresif primer sangat jarang terjadi dan sulit diobati.
- Afasia (Anomik)
Orang dengan Afasia anomik atau anomia seringkali kesulitan memilih dan menemukan kata yang tepat saat menulis atau berbicara. Gejala gangguan Afasia melibatkan pengumpulan informasi tentang gejala pasien dan riwayat keluarga. Dokter kemudian akan melakukan pemeriksaan fisik lengkap pemeriksaan, termasuk evaluasi sistem saraf. Untuk memastikan diagnosis dokter akan melakukan tes penunjang seperti:
• Penilaian Komunikasi
Tujuan tes ini adalah untuk menilai kemampuan pasien dalam menulis, membaca, berbicara, memahami diskusi, dan mengekspresikan diri secara verbal. Penilaian ini sangat disarankan untuk dilakukan kepada pasien supaya dapat mengetahui seberapa parah gejala yang dialami.
• Pemindaian Otak
Pemindaian digunakan untuk mendeteksi cedera otak dan menilai derajatnya. Pemindaian dapat dilakukan dengan menggunakan MRI, CT scan, atau tomografi emisi positron (PET scan).
Pilihan Pengobatan Gejala Gangguan Afasia
Jika cedera otaknya ringan, seseorang dapat memperoleh kembali keterampilan komunikasinya sendiri. Pada keadaan yang lebih parah, penderita Afasia dapat menjalani berbagai macam pengobatan, antara lain
- Rehabilitasi Bicara dan Bahasa
Terapi gejala gangguan Afasia ini berupaya memulihkan kemampuan komunikasi seseorang dengan mengembalikan bahasa sebanyak mungkin. Termasuk melatih cara memulihkan kemampuan berbahasa yang hilang dan mengembangkan cara komunikasi alternatif.
Terapi dapat dimulai segera setelah cedera otak berkembang. Hal ini juga dapat dilakukan secara berkelompok (bila perlu) atau dengan menggunakan komputer atau program untuk mempelajari kata kerja dan bunyi kata.
- Stimulasi Otak
Stimulasi otak masih diteliti untuk pengobatannya. Perawatan ini ditujukan untuk mengaktifkan sel-sel otak yang rusak.
Stimulasi magnetik transkranial dan stimulasi arus searah transkranial adalah dua pendekatan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi gejala gangguan Afasia. Kedua prosedur tersebut bersifat non-invasif, artinya tidak ada peralatan yang dimasukkan ke dalam tubuh dan menyebabkan kerusakan.
- Terapi Wicara
Terapi wicara dan bahasa ditujukan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan berbicara. Penderita Afasia harus menjalani sesi terapi wicara secara teratur, dan Afasia terkait stroke sangat disarankan.
Terapi wicara juga dianggap paling membantu bila dimulai segera setelah kerusakan otak. Penderita gejala gangguan Afasia dapat melakukan hal ini secara individu, kelompok, atau dengan bantuan komputer dan perangkat lunak.
- Penggunaan Obat
Menurut Mayo Clinic, berbagai obat dianggap efektif dalam mengobati Afasia . Secara khusus, obat-obatan yang meningkatkan aliran darah ke otak, meningkatkan kemampuan otak untuk pulih, atau membantu penggantian bahan kimia (neurotransmitter) yang telah habis.
Meski begitu, diperlukan lebih banyak penelitian untuk mengetahui efektivitas penggunaan obat-obatan tersebut.
- Metode Pengobatan Lainnya
Beberapa metode terapi stimulasi otak sedang diselidiki kemanjurannya dalam pengobatan gejala gangguan Afasia. Penjelasannya, stimulasi otak diduga dapat meningkatkan kemampuan seseorang dalam memberi nama suatu benda.
Salah satu jenis terapi stimulasi otak adalah stimulasi arus searah transkranial (TDCS). Stimulasi otak mentransmisikan arus listrik sederhana dari kulit kepala ke otak.
Rekomendasi Fasilitas Terapi Wicara Terbaik
Terapi wicara pada anak-anak dapat secara efektif mengatasi berbagai masalah terkait wicara. Selain balita, prosedur ini dapat dilakukan oleh semua usia, khususnya pasien stroke.
Stroke merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan terganggunya aliran darah ke otak sehingga mengakibatkan penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Ternyata penyakit ini bisa mengganggu kemampuan Anda dalam berbicara.
Jika Anda memerlukan layanan terapi wicara, segera hubungi Wicaraku di +62 895-4151-54575. Kami adalah layanan profesional yang memecahkan masalah bicara pada anak-anak dan orang dewasa.
Namun, penyelidikan lebih lanjut mengenai strategi terapi ini jelas diperlukan. Penting untuk dipahami bahwa Afasia bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu kondisi kesehatan yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Itulah penjelasan mengenai berbagai pilihan terapi gejala gangguan Afasia, tergantung penyebab dan tingkat keparahannya.